Merenungkan Social Return On Invesment Pendidikan Tinggi
Rina Fatimah S.Sos. M.Si
Rina namanya, anak pinggiran utara Kota Jakarta matanya menatap gerbang kampus tersenyum puas, bangga dan bahagia setelah almamater kuning melakat dibadannya. Cita-cita, perjuangan dan proses panjang yang dilalui untuk bisa kuliah di kampus dengan julukan we are the yellow jacket akhirnya tidak sia-sia. Cerita Rina sama dengan cerita Yusuf, Andri, Ade, Adan, Ridwan, Bella dan mahasiswa Dompet Dhuafa University lainnya yang bangga bisa mengenakan almamater merah marun kebanggaan. Mimpi mereka sederhana bisa kuliah lalu lulus kemudian bekerja atau berusaha dengan layak sehingga bisa mengangkat derajat keluarga.
Saat ini kesenjangan pendidikan antar kelompok ekonomi masih menjadi permasalahan dan semakin lebar seiring dengan semakin tingginya jenjang pendidikan. Rasio APK 20 persen penduduk termiskin dibandingkan 20 persen terkaya pada jenjang menengah dan tinggi pada tahun 2017, masing-masing sebesar 0,7 dan 0,16. Angka rata-rata lama sekolah baru mencapai 10,37 tahun. Hal ini berarti bahwa rata-rata lama sekolah di kalangan pemuda Indonesia hanya setara dengan kelas 1 sekolah menengah atas (SMA)/sederajat. Target wajib belajar 12 tahun–yang dimulai dari sekolah dasar (SD) hingga lulus SMA/sederajat–belum tercapai dan masih jauh dari target global rata-rata lama sekolah, yaitu 15 tahun (hingga perguruan tinggi).
Akibatnya rantai kemiskinan pun kian sulit diputuskan. Saat ini angka partisipasi pendidikan tinggi (dikti) Indonesia semakin terlihat rendah dibandingkan dengan negara maju seperti Korea Selatan, yang memiliki angka partisipasi Dikti 94,4% (sembilan puluh empat koma empat persen), lebih dari tiga kali lipat dari angka partisipasi Dikti Indonesia sebesar 30,28% (tiga puluh koma dua puluh delapan persen. Salah satu penyebab rendahnya angka partisipasi dikti yakni ketidakmampuan masyarakat, khususnya yang berpendapatan rendah, untuk membiayai pendidikan tinggi dan ada persepsi yang rendah tentang lulusan pendidikan tinggi vokasi. Untuk itu perlu adanya upaya pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan.
Misi utama Dompet Dhuafa dalam mengentaskan kemiskinan dan dapat memberikan dampak ekonomi yang nyata bagi bangsa ini terus berlanjut dengan mendirikan Perguruan Tinggi yaitu Dompet Dhuafa University. Cikal bakal lahirnya Dompet Dhuafa University dengan mengakusisi Kampus Budi Bakti. Kampus yang pada Kamis (14/7) mengumuman Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru Jalur Kartu Indonesi Pintar Kuliah (KIPK) Tahun 2022. Sebanyak 15 mahasiswa menerima Beasiswa KIP Kuliah dari pemerintah. Jumlah penerima beasiswa ini hanya 5% dari total 300 mahasiswa yang akan diterima pada Tahun Akademik 2022/2023. Sedangkan 95 % lainnya menerima beasiswa subsidi dari kampus.
Multiplier Effect Investasi Pendidikan
Besaran biaya kuliah tiap mahasiswa selama 4 tahun kuliah sekitar 33,6 juta rupiah. Saat ini dengan beasiswa subsidi, mahasiswa hanya membayar kuliah antara 200 ribu per bulan atau hanya 9,6 juta selama kuliah. Berbekal kemampuan hardskill seperti komputer, akuntansi, keuangan, digital marketing, keSDMan lalu ditambah softskill kepemimpinan, team work, kolaborasi yang diperoleh dari organisasi kemahasiswaan selama kuliah. Insha Alloh lulusan Dompet Dhuafa University bisa memutus rantai kemiskinan dan ketertinggalan pendidikan tinggi Indonesia dengan menjadi pengusaha atau profesional muda.
Data tracer study kampus Budi Bakti tahun 2022 menunjukan bahwa 70 % lebih lulusan bekerja kurang dari 3 bulan setelah kelulusan, 25 % lainnya berwirausaha dan 5 persenya melanjutkan sekolah Strata 2. Rata-rata penghasilan mereka diatas UMR Jabodetabek bahkan ada yang lebih dari 10 juta perbulan. Artinya investasi mahasiswa selama kuliah 4 tahun kurang dari 10 juta rupiah ini bisa langsung terbayarkan setelah mereka lulus kemudian bekerja dengan gaji UMR rata-rata Jabodetabek yang di atas 4 juta rupiah hanya dalam waktu 3 bulan bekerja. Berbekal modal ijazah Strata 1 mereka mampu mengubah kondisi sosial ekonomi dirinya dan keluarga. Bandingkan jika hanya menggunakan ijazah lulusan SMA gaji yang diperoleh sekitar 2 juta rupiah, tentu jauh berbeda dengan lulusan D3/S1.
Hitungan menarik lainnya, sejak akuisisi STIM Budi Bakti oleh Dompet Dhuafa sebesar 3,85 milliar, saat ini terdapat 385 mahasiswa. Ambilah 300 mahasiswa ini lulus semua kemudian bekerja dengan gaji Rp 4 juta rupiah maka dalam waktu 4 tahun investasi pendidikan ini telah balik modal.
Ketika merenungkan Social Return On Invesment Pendidikan Tinggi seringkali bersinggungan dengan lama waktu investasi. Jelas investasi kuliah lebih cepat pay back periodnya dibandingkan dengan invetasi infrastruktur. Belum lagi multiplier effect (efek berganda) yang berpengaruh yang peningkatan pendapatan, konsumsi dan kualitas SDM keluarga mahasiswa tersebut. Maka, tidak ada keraguan bahwa investasi SDM di bidang pendidikan tinggi akan memberikan dampak luas kepada visi Dompet Dhuafa dalam menjadikan Indonesia berdaya