Kampus Budi Bakti

Laporan Hasil Penelitian UMKM Kelompok 5 : UMKM Jarang Membuat Laporan Keuangan

TUGAS MATA KULIAH MATEMATIKA BISNIS
WAWANCARA 5 UMKM

Disusun oleh kelompok 5 :
Ayu Melati Indah Julia Ningsih (21322003)
Nur Fatehah Rizkia (41122022)
Nazwa Rizkia Anggraini (41122023)
Muhammad Alfaridzi Hasannudin (41122055)
Zaenul Ridwan Syahputra (41122042)

SEKOLAH TINGGI ILMU MANAJEMEN
(STIM) BUDI BAKTI 2022
KATA PENGANTAR

Dengan rasa syukur dan pengharapan, kami dengan ini menyajikan laporan wawancara sebagai bagian dari tugas kelompok kami. Laporan ini berisi hasil wawancara yang kami lakukan sebagai upaya kami untuk mendalami dan memperluas pemahaman kami mengenai topik yang relevan.
Wawancara merupakan salah satu metode yang efektif untuk mengumpulkan informasi langsung dari narasumber yang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam bidang yang kami teliti. Kami memilih wawancara sebagai metode penelitian karena memungkinkan kami untuk menggali pemikiran, pandangan, dan pengalaman langsung dari para ahli dan praktisi yang terlibat.
Dalam laporan ini, kami telah melakukan wawancara dengan berbagai narasumber yang memiliki keahlian dan pengalaman yang beragam dalam topik yang kami teliti. Wawancara dilakukan dengan cermat dan profesional, dengan mempertimbangkan aspek etika penelitian serta menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan oleh narasumber.
Melalui laporan ini, kami berharap dapat menyajikan hasil wawancara yang komprehensif dan bermanfaat. Laporan ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru, pemahaman yang lebih mendalam, dan gambaran yang jelas mengenai topik yang kami bahas.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua narasumber yang telah dengan sukarela berpartisipasi dalam wawancara ini. Kontribusi dan kerja sama mereka telah memberi warna dan nilai yang tinggi pada laporan ini.Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing kami yang telah memberikan arahan, bimbingan, serta dukungan yang berharga dalam proses penyusunan laporan ini.
Akhir kata, kami menyadari bahwa laporan ini memiliki keterbatasan dan masih banyak ruang untuk perbaikan di masa mendatang. Oleh karena itu, kami mengharapkan masukan, saran, dan kritik yang konstruktif untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas laporan kami. Selamat membaca dan semoga laporan wawancara ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Hormat kami,

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Pada saat ini, banyak UMKM yang menghadapi berbagai tantangan dalam menjalankan usaha mereka. Dalam konteks ini, permasalahan yang sering muncul adalah kurangnya pelanggan yang mengakibatkan pendapatan yang rendah serta kurangnya dana yang dibutuhkan untuk membuka cabang usaha baru. Latar belakang masalah ini dapat dijelaskan dengan beberapa faktor yang berpengaruh:

Persaingan pasar yang ketat

Pasar usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) seringkali sangat kompetitif. Dalam industri yang penuh persaingan, UMKM harus bersaing dengan perusahaan yang lebih besar dan mapan yang memiliki sumber daya lebih besar. Akibatnya, UMKM seringkali kesulitan menarik perhatian pelanggan dan bersaing dalam hal harga dan kualitas produk atau layanan.

Keterbatasan sumber daya finansial

UMKM umumnya memiliki akses terbatas terhadap sumber daya finansial. Mereka sering menghadapi tantangan dalam memperoleh pendanaan yang cukup untuk mengembangkan usaha mereka. Bank dan lembaga keuangan tradisional seringkali enggan memberikan pinjaman kepada UMKM karena dianggap memiliki risiko yang tinggi atau tidak memiliki jaminan yang memadai.

Keterbatasan akses pasar

UMKM sering menghadapi kesulitan dalam mencapai target pasar yang lebih luas. Dalam era digital, keberadaan online menjadi kunci untuk meningkatkan visibilitas dan mencapai pelanggan potensial. Namun, tidak semua UMKM mampu atau mengerti cara memanfaatkan platform digital dan media sosial untuk mempromosikan produk atau jasa mereka.

Kurangnya pengetahuan dan keterampilan bisnis

Banyak UMKM didirikan oleh pemilik usaha yang memiliki keahlian khusus dalam bidang produk atau jasa yang mereka tawarkan. Namun, mereka mungkin tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup dalam manajemen bisnis secara keseluruhan. Hal ini bisa meliputi pengetahuan tentang pemasaran, keuangan, operasi, manajemen inventaris, dan strategi bisnis yang efektif.

Keterbatasan infrastruktur dan dukungan pemerintah

UMKM di beberapa wilayah mungkin menghadapi tantangan infrastruktur seperti akses terbatas terhadap jaringan internet yang stabil, logistik yang tidak efisien, atau kurangnya akses ke pasar yang lebih luas. Selain itu, dukungan pemerintah dalam bentuk pelatihan, pembiayaan, dan peraturan yang kondusif juga dapat berperan penting dalam membantu UMKM mengatasi tantangan mereka.

Dalam konteks ini, UMKM yang mengalami kurangnya pelanggan dan kurangnya dana untuk membuka cabang usaha memiliki tantangan yang kompleks dalam mengembangkan usaha mereka. Perlu adanya dukungan dan solusi yang tepat, baik dari pemerintah, lembaga keuangan, dan komunitas bisnis, untuk membantu UMKM mengatasi masalah ini dan mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan.

Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat di rumuskan beberapa masalah penting sebagai berikut:

Siapa pelaku usaha UMKM memandang pentingnya wawancara dalam mengembangkan bisnis mereka?

Apa keuntungan yang diperoleh UMKM melalui pelaksanaan wawancara dalam konteks pengembangan bisnis?

Mengapa UMKM tidak melaksanakan wawancara sebagai strategi pengembangan bisnis mereka?

Kapan waktu yang tepat bagi UMKM untuk melakukan wawancara dalam rangka mengoptimalkan perkembangan bisnis mereka?

Di mana tempat yang ideal untuk UMKM melakukan wawancara guna memaksimalkan keberhasilan pengembangan bisnis?

Bagaimana UMKM dapat mempersiapkan diri dan menjalankan wawancara dengan efektif untuk memperoleh hasil yang optimal dalam upaya pengembangan bisnis?

BAB II
LANDASAN TEORI

Salah satu teori yang relevan dengan masalah kurangnya dana untuk mengembangkan usaha UMKM adalah teori pecking order theory (teori hierarki pembiayaan). Teori ini dikemukakan oleh Donaldson pada tahun 1961 dan kemudian dikembangkan oleh Myers dan Majluf pada tahun 1984.
Pecking order theory menyatakan bahwa UMKM cenderung mengikuti hierarki tertentu dalam memilih sumber pembiayaan untuk mengembangkan usaha mereka. Berdasarkan teori ini, UMKM akan cenderung memilih opsi pembiayaan dengan urutan sebagai berikut:
Internal Financing

UMKM akan menggunakan dana internal yang berasal dari keuntungan usaha yang telah mereka peroleh atau dari tabungan pribadi pemilik usaha. Hal ini disebabkan oleh kemudahan dan kecepatan akses terhadap dana internal.

Hutang (Debt Financing)

Jika dana internal tidak mencukupi, UMKM akan cenderung memilih pembiayaan melalui utang, seperti pinjaman bank, pinjaman dari keluarga atau teman, atau kredit modal kerja. Pilihan ini diambil karena lebih mudah mendapatkan dana secara cepat dan tanpa harus berbagi kepemilikan bisnis.

Ekuitas (Equity Financing)

Jika UMKM tidak dapat memperoleh dana melalui hutang, mereka dapat memilih pembiayaan melalui ekuitas, yaitu dengan mencari investor yang bersedia berbagi kepemilikan bisnis dengan imbalan modal. Pilihan ini biasanya diambil ketika UMKM membutuhkan dana yang lebih besar dan tidak dapat memenuhi syarat-syarat utang.

Kurangnya dana untuk mengembangkan usaha UMKM dapat dijelaskan oleh teori pecking order ini, di mana UMKM cenderung memanfaatkan sumber pembiayaan internal terlebih dahulu, namun terbatasnya modal internal seringkali menjadi kendala. Selain itu, kesulitan akses ke pembiayaan utang atau ekuitas juga menjadi faktor yang menyebabkan kurangnya dana yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha UMKM.

BAB III
HASIL WAWANCARA DAN KESIMPULAN
3.1 Hasil Wawancara
Narasumber 1
Nama : Ibu Nenah
Usia : 40 Tahun
Alamat : Kap. Pondok, Desa Babakan RT04/RW07 Kel. Babakan
Nomor Telepon : –
Jenis Usaha : Usaha Minuman ( Warung Kopi )

Berdasarkan data di atas, ibu Nenah merupakan pemilik usaha warung kopi yang berusia 40 tahun. Usahanya terletak di Kap. Pondok, Desa Babakan, RT 04 RW 07, Kelurahan Babakan. Ibu Nenah menjalankan usaha minuman ini secara mandiri.

Dalam wawancara, terungkap bahwa ibu Nenah tidak memiliki laporan keuangan resmi untuk pendapatannya. Ia menggunakan uang hasil usahanya untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan menabung dalam celengan. Ini menunjukkan bahwa ibu Nenah menggunakan pendanaan internal untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan mengembangkan usahanya. Selain itu, ibu Nenah pernah mendapatkan bantuan modal usaha dari pemerintah. Informasi ini mengindikasikan bahwa dia juga memanfaatkan sumber pendanaan eksternal untuk memulai atau mengembangkan usahanya.
Namun, ibu Nenah menghadapi masalah kurangnya pelanggan. Hal ini bisa menjadi tantangan serius dalam menjalankan usaha minuman. Kurangnya pelanggan dapat mempengaruhi pendapatan dan pertumbuhan usahanya. Oleh karena itu, ibu Nenah perlu mencari strategi pemasaran dan promosi yang efektif untuk menarik lebih banyak pelanggan ke warung kopinya.
Selain itu, dari wawancara juga diketahui bahwa jika ibu Nenah memiliki keuntungan lebih, dia berencana untuk membeli emas. Hal ini menggambarkan preferensi investasi ibu Nenah, di mana dia cenderung mengalokasikan keuntungan usahanya dalam bentuk aset berharga seperti emas.
Secara keseluruhan, data ini mencerminkan penggunaan internal financing oleh ibu Nenah dalam mengelola usahanya. Dia mengandalkan pendapatan dari usahanya sendiri dan menabung dalam celengan. Namun, kurangnya pelanggan menjadi kendala yang perlu diatasi untuk mencapai pertumbuhan yang lebih baik. Dalam menghadapi tantangan ini, ibu Nenah juga dapat mempertimbangkan strategi pemasaran yang lebih agresif atau mencari pendanaan eksternal tambahan untuk mengembangkan usahanya.

Narasumber 2
Nama : Ibu Yuli
Usia : 28 Tahun
Alamat : Kap. Pondok, Desa Babakan RT04/RW07 Kel. Babakan
Nomor Telepon : –
Jenis Usaha : Usaha Kuliner ( Mie Ayam )

Berdasarkan teori debt financing, ibu Yuli dapat mempertimbangkan beberapa opsi untuk mendapatkan modal tambahan untuk mengembangkan usahanya:

Pinjaman bank
Ibu Yuli dapat mengajukan pinjaman ke bank untuk mendapatkan modal yang dibutuhkan. Dia perlu menyusun laporan keuangan yang lengkap dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank.

Kredit mikro
Ibu Yuli dapat menjelajahi opsi kredit mikro yang disediakan oleh lembaga keuangan non-bank. Kredit mikro umumnya memiliki persyaratan yang lebih mudah dan dapat diakses oleh UMKM.

Pinjaman dari lembaga keuangan inklusif
Ibu Yuli dapat mencari lembaga keuangan inklusif atau koperasi yang menyediakan pinjaman khusus untuk UMKM. Lembaga-lembaga ini biasanya memiliki persyaratan yang lebih fleksibel dan suportif terhadap usaha kecil.

Peer-to-peer lending
Ibu Yuli dapat mencoba pendekatan peer-to-peer lending, di mana dia bisa mendapatkan pinjaman langsung dari investor individu melalui platform online yang mempertemukan peminjam dengan pemberi pinjaman.

Dalam kasus ibu Yuli, pilihan debt financing akan membantu dia mendapatkan dana tambahan yang diperlukan untuk mengembangkan usahanya. Namun, sebelum memutuskan jenis pendanaan apa yang paling sesuai, ibu Yuli perlu mengorganisir laporan keuangan usahanya dan melakukan riset terkait usahanya.

Narasumber 3 :
Nama : Bapak Rehan
Usia : 27 Tahun
Alamat : Kap. Pondok, Desa Babakan RT04/RW07 Kel. Babakan
Nomor Telepon : –
Jenis Usaha : Usaha Kuliner (Es Kelapa )

Dalam konteks data yang diberikan tentang Bapak Rehan dan usahanya, kita dapat menjelaskan data tersebut dengan menggunakan teori debt financing atau pembiayaan utang. Debt financing adalah suatu cara untuk memperoleh dana atau modal usaha dengan cara mengajukan pinjaman kepada pihak lain, seperti bank atau lembaga keuangan.

Berdasarkan wawancara, Bapak Rehan menghadapi beberapa masalah terkait keuangan usahanya. Dia tidak memiliki laporan keuangan yang jelas untuk pendapatan usahanya dan menggunakan uang hasil usahanya untuk kebutuhan pokok sehari-hari. Uang pendapatannya tidak dipisahkan dengan uang keperluan sehari-hari, dan dia menabung di celengan.

Bapak Rehan memiliki rencana untuk mengembangkan usahanya dengan membuka cabang baru, namun dia menghadapi masalah kurangnya modal untuk mengembangkan usahanya. Dalam konteks ini, debt financing bisa menjadi opsi yang dapat dipertimbangkan oleh Bapak Rehan.

Dengan mengajukan pinjaman dari bank atau lembaga keuangan, Bapak Rehan dapat memperoleh modal tambahan untuk mengembangkan usahanya, seperti membuka cabang baru. Pinjaman tersebut dapat digunakan untuk keperluan seperti membeli peralatan tambahan, memperluas ruang usaha, atau meningkatkan kapasitas produksi.

Sebagai imbalan atas pinjaman tersebut, Bapak Rehan akan membayar kembali pinjaman tersebut dengan bunga dan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan. Dalam hal ini, dia dapat mengalokasikan sebagian dari pendapatannya untuk membayar cicilan pinjaman secara berkala.

Selain itu, jika usahanya menghasilkan keuntungan yang lebih, Bapak Rehan juga dapat mempertimbangkan untuk berinvestasi dalam usaha lain sebagai upaya diversifikasi dan memperoleh lebih banyak sumber pendapatan.

Dengan menggunakan pendekatan debt financing, Bapak Rehan memiliki peluang untuk mengatasi masalah kurangnya modal dalam mengembangkan usahanya dan meraih pertumbuhan yang lebih baik. Penting bagi Bapak Rehan untuk melakukan riset dan mempertimbangkan dengan bijaksana semua opsi pembiayaan yang tersedia sebelum mengambil keputusan yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

Narasumber 4
Nama : Bapak Asep
Usia : 31 Tahun
Alamat : Kap. Sasak Panjang, RT05/RW08
Nomor Telepon : –
Jenis Usaha : Usaha Kuliner (Telur Gulung )

Data di atas menggambarkan profil Bapak Asep, pemilik usaha kuliner “Telur Gulung.” Berikut adalah penjelasan tentang teori internal financing, debt financing, dan equity financing dalam konteks situasi Bapak Asep:
Internal Financing (Pembiayaan Internal):
Berdasarkan informasi yang diberikan, Bapak Asep mengandalkan pendapatan usahanya sebagai sumber utama pendanaan. Dia tidak memiliki laporan keuangan yang terperinci, dan pendapatan yang dihasilkan setiap hari kurang dari 500 ribu rupiah. Meskipun dia tidak memiliki pendapatan yang besar, Bapak Asep menggunakan sebagian uang tersebut untuk kebutuhan biaya pendidikan anaknya dan menabung di celengan. Dalam konteks ini, Bapak Asep menggunakan pendapatan internalnya sebagai sumber pendanaan untuk usaha dan mengandalkan pengelolaan keuangan pribadi untuk membiayai kebutuhan sehari-hari dan menabung.
2. Debt Financing (Pembiayaan Utang):
Bapak Asep menyatakan bahwa dia menghadapi kendala modal untuk mengembangkan usahanya dan memiliki rencana untuk membuat cabang baru, serta membeli rumah, tanah, dan toko jika mendapatkan keuntungan lebih besar. Salah satu opsi yang dapat dipertimbangkan adalah debt financing atau pembiayaan utang. Dalam hal ini, Bapak Asep dapat mencari pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya untuk mendapatkan modal yang dibutuhkan. Dengan demikian, Bapak Asep akan memiliki kewajiban membayar kembali pinjaman beserta bunga dalam jangka waktu tertentu.
3. Equity Financing (Pembiayaan Ekuitas):
Selain debt financing, Bapak Asep juga dapat mempertimbangkan opsi equity financing atau pembiayaan ekuitas. Ini melibatkan penjualan sebagian kepemilikan usahanya kepada pihak lain, seperti investor atau mitra bisnis, dalam pertukaran modal. Dalam hal ini, Bapak Asep akan membagi kepemilikan dan mengizinkan pihak lain memasukkan dana ke dalam usahanya. Dalam jangka panjang, keuntungan usaha akan dibagi sesuai dengan persentase kepemilikan masing-masing pihak.
Perlu dicatat bahwa keputusan untuk memilih jenis pembiayaan tertentu bergantung pada preferensi dan kebutuhan Bapak Asep, serta pertimbangan-pertimbangan seperti risiko, kontrol, dan potensi pengembalian. Dalam hal ini, Bapak Asep perlu mempertimbangkan manfaat dan konsekuensi dari masing-masing opsi pembiayaan untuk mengembangkan usahanya dengan bijak.

Narasumber 5
Nama : Bapak Ujo
Usia : 35 Tahun
Alamat : Jampang RT03/RW06
Nomor Telepon : –
Jenis Usaha : Usaha Kuliner (Rujak Tumbuk )

Data di atas menggambarkan situasi Bapak Ujo, pemilik usaha kuliner “Rujak Bebek”, yang menghadapi beberapa tantangan terkait kurangnya pelanggan dan kurangnya dana untuk mengembangkan usahanya. Selain itu, Bapak Ujo juga tidak memiliki laporan keuangan yang terpisah dari pendapatannya, dan ia menggunakan pendapatan usahanya untuk kebutuhan sehari-hari, serta menabung di celengan. Bapak Ujo memiliki rencana untuk mengembangkan usahanya dengan membuka cabang baru, namun kurangnya modal menjadi kendala. Bapak Ujo juga menyatakan bahwa ia akan melakukan investasi dalam usaha lain jika memperoleh keuntungan lebih.
Berikut adalah penjelasan mengenai teori Internal Financing, Debt Financing, dan Equity Financing yang dapat diterapkan dalam kasus Bapak Ujo:

1. Internal Financing (Pembiayaan Internal):
Internal financing merujuk pada sumber pendanaan yang berasal dari internal perusahaan itu sendiri. Dalam kasus ini, Bapak Ujo menggunakan pendapatan usahanya untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari dan menabung di celengan. Namun, kekurangan laporan keuangan terpisah menunjukkan bahwa Bapak Ujo belum menggunakan pendapatan usahanya secara efektif untuk mengembangkan usahanya. Oleh karena itu, langkah-langkah internal yang dapat diambil adalah:
– Memulai pemisahan keuangan: Bapak Ujo harus membuat laporan keuangan terpisah antara pendapatan usaha dan kebutuhan pribadi. Dengan melacak pendapatan dan pengeluaran secara terpisah, Bapak Ujo dapat memiliki pemahaman yang lebih jelas tentang profitabilitas usahanya dan mengalokasikan sebagian pendapatan untuk pengembangan usaha.
– Menjaga cadangan modal internal: Bapak Ujo dapat melihat tabungan di celengan sebagai bentuk internal financing. Namun, untuk mengembangkan usaha dan membuka cabang baru, penting bagi Bapak Ujo untuk menjaga cadangan modal internal yang cukup agar dapat memenuhi kebutuhan investasi.
2. Debt Financing (Pembiayaan Utang):
Debt financing melibatkan pemanfaatan pinjaman atau kredit untuk memperoleh dana yang diperlukan. Bapak Ujo dapat mempertimbangkan opsi ini untuk memperoleh modal tambahan guna mengembangkan usahanya. Beberapa langkah yang dapat diambil dalam hal ini adalah:
– Mencari lembaga keuangan: Bapak Ujo dapat menjelajahi opsi pinjaman dari lembaga keuangan seperti bank atau koperasi. Dia perlu melakukan riset untuk menemukan lembaga yang menawarkan suku bunga dan syarat pinjaman yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
– Mempersiapkan dokumen keuangan: Untuk memperoleh pinjaman, Bapak Ujo harus menyusun dokumen keuangan yang akurat, seperti laporan keuangan, rencana bisnis, dan proyeksi pendapatan. Hal ini akan membantu meyakinkan pemberi pinjaman mengenai potensi keberhasilan usaha.

Kesimpulan

Berdasarkan data dan hasil wawancara dengan beberapa UMKM sekitar yang menghadapi permasalahan kurangnya dana untuk membangun cabang baru, kita dapat membandingkan tiga teori pembiayaan yang mungkin relevan, yaitu internal financing, debt financing, dan equity financing.

Internal Financing (Pembiayaan Internal):

Dalam beberapa kasus, UMKM mengandalkan internal financing sebagai sumber pendanaan utama. Mereka menggunakan pendapatan usaha mereka sendiri untuk membiayai kebutuhan sehari-hari dan menabung untuk mengumpulkan modal tambahan. Namun, ini mungkin tidak cukup untuk membiayai pengembangan usaha yang lebih besar seperti membangun cabang baru. Kelemahan dari internal financing adalah terbatasnya kapasitas pendapatan internal untuk memenuhi kebutuhan ekspansi yang lebih besar.

Debt Financing (Pembiayaan Utang):

Debt financing melibatkan penggunaan pinjaman atau kredit dari pihak ketiga, seperti bank atau lembaga keuangan, sebagai sumber pendanaan. Dalam hal ini, UMKM dapat mempertimbangkan untuk mengajukan pinjaman guna mendapatkan modal yang dibutuhkan untuk membangun cabang baru. Keuntungan dari debt financing adalah kemampuan untuk memperoleh dana yang lebih besar daripada internal financing, dan biasanya dengan suku bunga yang lebih rendah. Namun, UMKM perlu mempertimbangkan kemampuan mereka untuk membayar cicilan pinjaman dengan tepat waktu, sehingga tidak memberatkan keuangan perusahaan.

Equity Financing (Pembiayaan Ekuitas):

Equity financing melibatkan penjualan sebagian kepemilikan perusahaan kepada investor atau mitra bisnis sebagai sumber pendanaan. Dalam hal ini, UMKM dapat mencari investor yang tertarik untuk mendukung pengembangan usaha dengan memberikan modal tambahan. Keuntungan dari equity financing adalah dapat memperoleh dana yang lebih besar tanpa membebani perusahaan dengan beban hutang. Namun, UMKM harus siap untuk berbagi kepemilikan dan keuntungan perusahaan dengan investor.

Dalam membandingkan ketiga teori pembiayaan tersebut, setiap UMKM harus mempertimbangkan keadaan dan tujuan usaha mereka secara individual. Internal financing mungkin merupakan pilihan yang sesuai jika perluasan usaha tidak memerlukan dana yang signifikan. Namun, jika dana yang lebih besar diperlukan, baik debt financing atau equity financing dapat dipertimbangkan. Keputusan tergantung pada preferensi dan tujuan UMKM, serta kemampuan mereka untuk mengelola hutang atau keinginan untuk berbagi kepemilikan perusahaan dengan pihak ketiga.

Penting bagi UMKM untuk melakukan analisis risiko dan keuangan yang cermat serta berkonsultasi dengan ahli keuangan sebelum memutuskan jenis pembiayaan yang paling sesuai untuk pengembangan usaha mereka.

DAFTAR PUSTAKA

http://e-journal.uajy.ac.id/10332/1/JURNALEM19464.pdf

https://www.google.com/amp/s/wartaekonomi.co.id/amp/read226577/apa-itu-internal-financing?espv=1

https://ekonomi.bunghatta.ac.id/index.php/id/artikel/217-apa-itu-debt-financing

https://www-investopedia-com.translate.goog/terms/e/equityfinancing.asp?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top