Oleh
Aza El Munadiyan
Bahan bakar revolusi peradaban Islam, revolusi industri Eropa hingga revolusi digital dimulai dari sudut-sudut perpustakaan tempat ilmu pengetahuan tersemai. Namun mengapa kita masih menemukan sudut-sudut penuh sarang laba-laba, buku-buku jadul penuh debu di perpustakaan Indonesia yang kondisinya tidak jauh berbeda dengan museum yang sunyi, sepi dan, dingin. Apakah perpustakaan yang tak menarik minat ataukah memang rakyat Indonesia minat bacanya rendah?
Data Perpustakaan Nasional Republik Indonesia mengungkap jumlah perpustakaan secara nasional mencapai 164.610 dengan rincian 42.460 perpustakaan umum, 6.552 perpustakaan khusus, 113.541 perpustakaan sekolah/madrasah, dan 2.057 perpustakaan Perguruan Tinggi1 dan 482 dari 514 kabupaten/kota di Indonesia memiliki Dinas Perpustakaan Daerah2. Jumlah perpustakaan ini menempatkan Indonesia sebagai negara kedua dengan jumlah perpustakaan terbanyak di dunia. Indonesia hanya kalah dari India di urutan pertama dengan 323.605 perpustakaan. Negara dengan infrastruktur perpustakaan terbanyak ketiga adalah Rusia dengan 113.440 dan China di urutan ke empat dengan 105.831 perpustakaan.3
Namun, berdasarkan Indeks Aktivitas Literasi Membaca (Alibaca) 2019, ternyata ada korelasi yang kuat antara akses terhadap buku yang rendah dan budaya membaca di Indonesia. Artinya akses terhadap buku masih sangat kurang. Akibatnya minat baca menjadi rendah. Kondisi ini kemudian terkonfirmasi pada sebuah hasil riset berjudul World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity. Riset ini mensintesis dua jenis variabel yaitu tes prestasi baca tulis (PIRLS dan PISA) dan karakteristik perilaku melek huruf (populasi, surat kabar, perpustakaan, tahun sekolah) menempatkan Indonesia diperingkat 60 dar 61 negara yang diriset. Posisi Indonesia dibawah Thailand (59), Malaysia (53) dan Singapura (36).
Kondisi diperparah dengan gagalnya perpustakaan menghadapi tantangan luar biasa dari penggunaan gawai masyarakat Indonesia. Berdasarkan laporan terbaru We Are Social, pada awal tahun 2020 disebutkan bahwa jumlah ponsel yang beredar di Indonesia mencapai ponsel sebanyak 338,2 juta dengan 175,4 juta (64%) dari 272,1 juta jiwa penduduk Indonesia telah mengakses internet. Akses internet penduduk Indonesia yang mencapai hampir 8 jam perhari tepatnya 07.59 dengan rincian 3 jam 26 menit dihabiskan untuk aktif di sosial media sisanya berselancar di internet. Lama waktu akses jauh meninggalkan negara-negara maju seperti Jepang, Jerman, Belanda, Prancis, Australia bahkan Amerika dan China sebagai pusat teknologi informasi dunia.
Pemerintah dan perpustakaan
Terdapat tiga hal utama yang menjadi evaluasi perpustakaan di Indonesia terkait dengan pemerintah dan kebijakannya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan yaitu fungsi, tujuan dan kewajiban pemerintah. Pertama, pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 43 tahun 2007, perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa. Terkait dengan fungsi perpusatakaan, kali ini penulis hanya akan menyoroti satu fungsi yang masih sangat jarang dibahas dan di implementasikan di perpustakaan yaitu fungsi rekreasi. Rekreasi memiliki makna penyegaran tubuh dan pikiran. Sehingga keberhasilan fungsi rekreasi perpustakaan dapat dinilai dari pengunjung ketika keluar dari perpustakaan tubuh dan pikiran menjadi segar dan bersemangat kembali.
Evaluasi Kedua, mengenai tujuan perpustakaan yang termuat dalam Pasal 4. Perpustakaan bertujuan memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Parameter sederhana untuk mengukur apakah tujuan perpustakaan sudah tercapai atau belum dengan data kuantitatif tentang layanan perpustakaan dan kegemaran membaca rakyat Indonesia. Sedangkan wawasan dan pengetahuan rasa-rasanya cukup sulit untuk dinilai.
Evaluasi ketiga tentang kewajiban pemerintah yang termuat di Pasal 7 UU No 34 tahun 2007. Beberapa hal yang menjadi sosotan utama yaitu pemerintah berkewajiban: a. mengembangkan sistem nasional perpustakaan sebagai upaya mendukung sistem pendidikan nasional; b. menjamin kelangsungan penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan sebagai pusat sumber belajar masyarakat; c. menjamin ketersediaan layanan perpustakaan secara merata di tanah air; d. menjamin ketersediaan keragaman koleksi perpustakaan melalui terjemahan (translasi), alih aksara (transliterasi), alih suara ke tulisan (transkripsi), dan alih media (transmedia); e. menggalakkan promosi gemar membaca dan memanfaatkan perpustakaan;f. meningkatan kualitas dan kuantitas koleksi perpustakaan; g. membina dan mengembangkan kompetensi, profesionalitas pustakawan, dan tenaga teknis perpustakaan;
Beragam kewajiban tersebut menempatkan pemerintah sebagai penggerak penting dalam dunia perpustakaan. Potensi yang besar dari struktur dan anggaran negara seharusnya bisa menjadikan perpustakaan sebagai bagian penting dalam pembangunan sumber daya manusia dan peradaban bangsa. Namun pada implementasinya, pemerintah melalui Perpustakaan Nasional hanya mendapatkan anggaran pada tahun 2020 sebesar Rp 603.943.283.0004. Sedangkan dana desa yang kini diterima seluruh desa di Indonesia masih sangat minim jumlahnya yang mengalokasikan untuk adanya perpustakaan di desa. Masalah sistemik perpustakaan dan masyarakat
Perpustakaan sebagian besar kondisinya memprihatinkan, tidak jauh berbeda dengan area pemakaman. Kondisi ini terjadi akibat sebuah masalah yang terjadi secara sistemi. Pertama, perpustakaan tidak menarik untuk dikunjungi, kedua jumlah buku baru yang diterbitkan setiap tahun masih minim, ketiga distruption teknologi.
Perpustakaan tidak menarik untuk dikunjungi Perpustakaan selama ini berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi belum menjadi sarana rekreasi. Maka wajar perpustakaan hanya menarik ketika orang ingin membaca buku untuk aktivitas akademik saja. Padahal rekreasi edukasi bisa dikelola dan dikembangkan oleh perpustakaan dengan mengadopsi aktivitas rekreasi yang menarik masyarakat. Misal untuk aktivitas di lingkungan perpustakaan kegiatan seperti pelatihan sofskill, pelatihan ketrampilan, bedah buku, area gym, pojok baca dan bermain anak, café corner, bioskop edukasi, area belajar hidroponik, askes internet gratis dan beragam hal lain yang membuat orang punya dua alasan datang ke perpustakaan yaitu mendapatkan ilmu sambil rekreasi.
Jumlah buku baru masih kurang Data yang dipublikasikan oleh London Book Fair 2019, Indonesia merupakan negara yang paling aktif menerbitkan buku di antara negara-negara anggota ASEAN. Setiap tahun setidaknya ada 30 ribu judul buku yang diterbitkan di Indonesia. Malaysia berada di posisi kedua dengan 19 ribu judul buku, Thailand di posisi ketiga dengan 17 ribu judul buku dan, Singapura di posisi keempat dengan 9.952 judul buku per tahun.5 Namun, jumlah buku terbitan Indonesia masih jauh dibandingkan dengan India 60.000, dan China sekitar 140.000 judul buku per tahun.6 Bahkan Amerika Serikat tercatat sebagai industri penerbitan terbesar di dunia menurut laporan Kelompok Studi Industri Buku (BISG) menerbitkan 300.000 judul baru per tahun diluar karya yang diterbitkan sendiri. Forbes pernah merilis 600.000 judul buku baru dan Nick Morgan 1.000.000 buku yang diterbitkan setiap tahun. Perkiraan jumlah total terbitan buku Indonesia merujuk data jumlah buku yang terbit setiap tahun masih sangat kecil jika dipandingkan dengan jumlah total buku yang saat ini beredar di dunia. Google pada tahun 2010 pernah merilis perhitungan mengenai jumlah buku di dunia yang mencapai 129,864,880 judul buku7.
Distruption teknologi
Jumlah buku yang dibaca masyarakat Indonesia juga sangat rendah. Menurut laporan IKAPI rata-rata orang Indonesia hanya membeli 2 buku per tahun8 padahal standar UNESCO rata-rata 3 buku yang harus dibaca oleh setiap orang pertahun. Hasil riset Eurostat pada tahun 2011 dimana tujuh puluh persen (70%) lebih warga negara Luxemburg, Jerman, Austria dan Finlandia membaca lebih dari 10 buku setiap tahun9. Maka bukan sebuah keajaiban Finlandia, Jerman menjadi negara dengan pendidikan terbaik di dunia. Indonesia?
Mari kita bandingkan lama waktu membaca buku masyarakat Indonesia dengan lama membaca buku menurut riset dari NOP’s Culture Score index pada tahun 2005 dimana Indonesia menghabiskan waktu 6 jam per pekan dalam membaca buku. Artinya kurang dari 1 jam perhari. Bandingkan dengan India 10.42, Thailand 9,24 dan China 8 jam sepekan dihabiskan untuk membaca buku. Masyarakatnya memang lebih suka bergosip ria dengan tetangga dan sibuk berkicau di media sosial. Maka tidaklah mengherankan setiap hari heboh berita bohong, penyebaran SARA sangat cepat. Hal ini terjadi akibat kecepatan akses informasi tidak diimbangi dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Benar kata Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy bahwa, kemajuan bangsa tidak bisa lebih cepat daripada kemajuan dalam pendidikan masyarakatnya.
Tiga kondisi perpustakaan Indonesia dimana akses terhadap bahan bacaan kurang, minat dan budaya baca masyarakat rendah sedangkan akses internet dan lama waktu akses besar maka, perlu diambil langkah strategis dalam rangka mewujudkan perpustakaan sebagai simbol peradaban dan pusat budaya bangsa; Pertama, hadirnya perpustakaan di pojok baca di sekolah dengan mengoptimalkan dana BOS, pojok baca di desa-desa dengan mengoptimalkan dana desa dan pojok baca masyarakat di pos ronda, masjid dan café-café tempat dimana orang tua, anak-anak dan pemuda biasa berkumpul. Kedua, mendorong pemerintah, pegiat pendidikan dan masyarakat untuk menghasilkan bahan bacaan berkualitas yang bisa di akses secara online maupun offline secara gratis. Ketiga, memanfaatkan internet untuk melakukan revolusi perpustakan dari mulai layanan, peningkatan akses dan membentuk budaya baca rakyat Indonesia. Keempat, meningkatkan fungsi perpustakaan sebagai tempat rekreasi sehingga masyarakat berbondong-bondong ke perpustakaan.
Referensi
1. https://kabar24.bisnis.com/read/20190423/79/914794/jumlah-buku-dan-perpustakaan-di-indonesia-belum-ideal
2. https://edukasi.kompas.com/read/2019/07/04/16423461/daerah-diminta-alokasikan-anggaran-untuk-perpustakaan-dalam-apbd-2020
3. https://news.okezone.com/read/2019/03/15/65/2030320/perpustakaan-indonesia-terbanyak-kedua-di-dunia
4. 4 https://www.perpusnas.go.id/news-detail.php?lang=id&id=1906210735091l4zi7u3MB
5. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/05/17/indonesia-penerbit-buku-paling-produktif-di-asean
6. https://edukasi.kompas.com/read/2012/06/25/08121853/Jumlah.Terbitan.Buku.di.Indonesia.Rendah#:~:text=JAKARTA%2C%20KOMPAS.com%20%2D%20Jumlah,140.000%20judul%20buku%20per%20tahun.
7. https://mashable.com/2010/08/05/number-of-books-in-the-world/
8. https://kumparan.com/kumparannews/industri-buku-di-indonesia/full
9. https://www.indy100.com/article/the-countries-that-read-the-most-books-7348401
Biografi singkat penulis
Aza El Munadiyan, biasa dipanggil Aza. Pria 32 tahun kelahiran kota Reog, Ponorogo, Jawa Timur, ini merupakan alumni Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Bapak tiga anak satu istri ini menyukai dunia tulis menulis sejak masih anak-anak. Karya tulisnya beragam mulai dari menulis cerpen, puisi, feature, karya tulis ilmiah, press rilis dan opini. Kini Aza aktif bekerja di kampus Budi Bakti.
Tulisan ini berhasil masuk dalam 25 tulisan terbaik lomba menulis opini Perpusnas tahun 2020.