Di Kampus Budi Bakti, ada satu kebiasaan yang hanya sedikit orang suka yaitu kebiasaan membaca buku. Tapi bagi sebagian besar mahasiswa, buku bukan sekadar kumpulan kertas berisi tulisan, melainkan sahabat setia yang selalu ada untuk menemani perjalanan mereka.
Pagi menjelang siang, di Perpustakaan Kampus Budi Bakti, mahasiswa Kampus Budi Bakti sedang mengikuti kelas Sociotechnopreneur yang diampu oleh pak Aza El Munadiyan.
Di sudut perpustakaan yang tenang, tampak seorang mahasiswa dengan wajah serius memegang buku tentang strategi bisnis.
“Buku ini mengajarkan cara berpikir seperti seorang pemimpin,” katanya sambil tersenyum kecil. Tak jauh dari sana, seorang mahasiswi lain sedang asyik membaca buku tentang komunikasi massa.
“Aku suka buku ini karena membuka pandangan baru tentang dunia media,” ujarnya dengan mata berbinar.
Ada pula yang memilih buku-buku pengembangan diri.
“Buku ini seperti mentor pribadi,” ucap seorang mahasiswi berjilbab sambil memperlihatkan sampul bukunya.
Beberapa lainnya asyik berbagi rekomendasi buku dengan teman-temannya. Momen kecil seperti ini tak jarang berujung pada diskusi seru yang penuh tawa dan wawasan baru.
Bagi mereka, membaca buku bukan sekadar kewajiban akademik, melainkan pelarian dari rutinitas, pintu menuju dunia baru, dan cara untuk memahami kehidupan lebih dalam. Mereka percaya bahwa dengan membaca, mereka bisa melangkah lebih jauh, bermimpi lebih besar, dan menginspirasi lebih banyak orang.
Tidak heran jika perpustakaan menjadi tempat favorit banyak mahasiswa di Kampus Budi Bakti. Di sana, mereka menemukan berbagai koleksi buku yang sesuai dengan minat mereka—dari buku motivasi, bisnis, hingga fiksi yang membawa mereka menjelajah dunia imajinasi.
Di Kampus Budi Bakti, buku bukan hanya media belajar, tetapi juga simbol cinta terhadap ilmu dan cerita. Di tengah dunia yang serba digital, mereka tetap menjaga tradisi ini, membuktikan bahwa membaca buku adalah kebiasaan yang tak akan pernah usang.