Pengaruh Physical Evidence Brand Equity Pada Keputusan Konsumen
Aza El Munadiyan S.SI MM AMIPR
(Dosen Kampus Budi Bakti)
1. Pendahuluan
Dunia digital telah mengubah interaksi langsung antara produsen, penjual dengan konsumen. Aktivitas perdagangan kini telah berkembang ke arah aktivitas pasar digital seperti e-commerce dan market place. Perubahan ini tentu membawa dampak pada keputusan konsumen. Zaman dahulu keputusan pembelian konsumen lebih dipengaruhi oleh sentuhan fisik terhadap produk, tampilang langsung produk, iklan, lokasi dan beragam hal yang bersifat fisik atau nyata.
Kini keputusan konsumen dalam menentukan pilihannya diperngaruhi oleh beragam faktor. Konsumen korporasi mempertimbangkan riset untuk perusahaan teknologi sedangkan perusahaan militer tergantung pada efektifitas biaya, perusahaan layanan berdasarkan pada fasilitas untuk menunjang layanan (Airoldi & Morton 2011)[1] sedangkan Kleinmuntz (2007) memberikan analisis keputusan tergantung pada sumber daya dan alokasi modal.
Faktor penentu pilihan kostumer individual masih di dominasi oleh aspek fisik untuk mengalisis secara cepat dan sederhana antara bukti fisik yang tentunya bisa menunjukan secara langsung kualitas produk atau layanan jasa. Faktor fisik yang menjadi pilihan dari konsumen dalam menentukan pilihanya secara tradisional ditentukan oleh lokasi, bentuk namun kini perkembangan teknologi sehingga produk atau layanan berbentuk non fisik maka konsep desain website, akun media sosial, logo kemasan produk, review produk dari kontumer lain yang telah membeli sebelumnya, kualoitas layanan (costumer service) menjadi penentu. Selain itu faktor pengambilan keputusan konsumen didasarkan pada tujuan, nilai ekspetasi yang diharapkan di masa depan, interaksi.
Perkembangan digital kini keputusan konsumen lebih di dominasi oleh faktor kekuatan branding. Sehingga sebuah produk atau layanan dengan branding kuat akan memiliki peluang lebih tinggi dalam volume penjualan, loyalitas konsumen dan pada akhirnya akan memberikan keuntungan. Hubungan positif branding merek juga berpengaruh pada pengembalian Fournier et.al, (2008).
Branding yang dibangun salah satunya dengan iklan menurut Chan dkk. (2001) berpengaruh terhadap pengembalian saham. Nilai saham ini dipengaruhi oleh keputusan pembelian dari investor yang diambil dari hasil pengamatan, riset terhadap branding dari produk perusahaan. Tulisan dalam tema ini akan mengulas mengenai Pengaruh Physical Evidence Brand Equity Pada Keputusan Konsumen yang terbagi dalam dua bagian yaitu brand sebagai physical evidence dan pengaruhnya terhadao keputusan konsumen.
2. Physical Evidence Brand Equity
Evidence ini terdapat 4 tipe yaitu physical evidence, demonstrative evidence, documentary evidence dan testimonial evidence.
2. 1 Physical Evidence
Physical evidence mengacu pada benda nyata dan hal-hal yang secara fisik dapat dipegang, dirasakan, diamati secara langsung. Semua fitur potensial yang dilihat pelanggan saat berinteraksi dengan produk bisnis termasuk tampilan dan branding. Kompleksitas pemasaran antara online dengan offline semakin banyak konsumen yang mencari produk dan layanan secara online kemudian baru memutuskan pembelian setelah melihat produk secara langsung secara visual dan menguji coba pengalaman penggunaan produk di toko offline. Hal yang tidak bisa dilakukan dalam penjualan online. Faktor penentu keputusan ini dipengaruhi oleh faktor pengemasan, penataan ruangan dan peletakan produk, dan interaksi dengan penjual.
2.2 Bukti Demonstratif
Bukti demontrasi merupakan ilustrasi, simulasi atau sebuah percobaan terhadap produk. Bukti Demonstratif biasanya biasanya diperkenalkan dalam sebuah pameran atau kini lenih canggih dengan virtual reality yaitu sebuah teknologi yang mensimulasi pengalaman nyata dengan tampilan dekat tiga dimensi sehingga menyerupai kejadian sesungguhnya.
Model bukti demonstrasi kini semakin marak dipergunakan oleh beraram perusahaan dengan animasi komputer, simulasi, video, model, grafik, diagram, bagan, gambar, foto, tes ilmiah, rekonstruksi komputer atau objek lain yang dapat menjelaskan atau mengilustrasikan produk yang mampu menyederhanakan dan menjelaskan produk secara persuasif.
Perusahaan otomotif gelar menggemar test drive untuk memberikan pengalaman penggunaan produknya. Review-review produk otomotif juga dilakuakn review oleh orang-rang yang dianggap memiliki kemampuan, pemahaman luas terhadap produk. Review yang diberikan pun lebih berdampak dengan memberikan penilaian terhadap kelebihan dan kekurangan produk. Hal ini memberikan keyakinan kepada calon konsumen mengenai produk.
2.3 Bukti Dokumenter
Bukti dokumenter merupakan informasi apa pun yang bisa menjadi ciri mulai dalam bentuk tertulis, audio dan video. Bentuk dari tiga bentuk ini memiliki penekanan yang berebeda dalam menumbuhkan ingatan sadar maupun bawah sadar dari konsumen yang harapannya bisa menjadi top of mind dari konsumen. Bentuk tertulis lebih menekankan pada menariknya tulisan, sedangkan bentuk audio menyasar indra pendengaran konsumen sehingga di dorong enak di dengar, menimbulkan imajinasi. Hal berbeda dengan tampila video lebih eksploratif yang memanjakan mata. Kombinasi dari ketiga bentuk ini akan memberikan dampak apabila mampu ditangkap oleh semua indra manusia secara maksimal.
2.4 Testimonial Evidence
Testimonial evidence merupakan bentuk dari respon konsumen terhadap produk atau layanan yang telah mereka terima. Testimoni bisa positif bisa juga negatif dimana produk atau layanan bermanfaat yang baik konsumen akan memberikan testimoni positif bahkan merekomendasikan untuk pembelian atau akan melakukan pembelian ulang di masa depan. Sedangkan testimoni negatif tentu akan menyatakan kekecewaan terhadap produk dan layanan dan merekomendasikan untuk kostumer lain untuk tidak membeli atau menggunakan layanan.
Perkembangan kemudian terjadi dengan memanfaatkan tertimoni menjadi sebuah iklan dengan ulasan pelanggan autentik sebagai materi iklan mampu membangun kepercayaan calon lebih baik dibandingkan iklan yang hanya menampilkan produk. Ulasan prodak dan layanan di internet, laman penjualan dan rekomendasi dari mulut ke mulut dari teman dan keluarga menentukan pembelian. Perusahaan-perusahaan kemudian membuat promo referal dimana setiap orang yang merekomendasikan produk dan terjadi penjualan akan mendapatkan point atau fee marketing.
2. Brand Equity
Brand Equity merupakan nilai perusahaan dari pengenalan konsumen terhadap nama, produk atau layanan. Ekuitas merek memiliki tiga komponen dasar: persepsi konsumen, efek negatif atau positif, dan nilai yang dihasilkan. Ekuitas merek berdampak pada volume penjualan dan layanan dengan reputasi tinggi. Ekuitas merek telah berkembang dari pemasaran dan periklanan menjadi pengalaman positif pelanggan. Sehingga orientasi bisnis lebih fokus pada kepuasan dan pengalaman konsumen dalam menikmati produk atau layanan.
Ekuitas merek didefinisikan sebagai diferensial pengaruh pengetahuan konsumen terhadap branding merek (Keller, 2013)[2] yang mempengaruhi pemasaran dan pendapatan perusahaan (Fischer dan Himme, 2017)[3] sehingga memiliki keunggulan kompetitif (Aaker, 2009) dibandingkan dengan perusahaan lain.
Elemen dari Brand Equity meliputi pertama brand awareness yaitu tahap konsumen mengenal brand merek. Ini tingkatan paling dasar dari branding. Kedua, brand loyalty sebuah kondisi dimana konsumen secara terus menerus, berulang kali dan konsisten dalam lebih memilih brand tersebut disegala situasi dan persaingan dengan brand lain. Ketiga, brand image yaitu sebuah image atau citra yang melekat pada sebuah brand yang telah terbentuk di persepsi dari konsumen. Pikiran konsumen yang menyadari, memperhatikan, menghargai dan memahami suatu merek yang ketika merek tersebut disesebutkan maka konsumen akan langsung memahami bahwa brand tersebut memiliki kualitas, keandalan, dan keunikan atau hal negatif lain.
Keempat brand associations yaitu brand yang terasosiasi secara emosional atau psikologis konsumen seperti motor mobil dari Jepang berkualitas. Kelima, brand value merupakan brand yang berhubungan dengan manfaat dan penilaian konsumen sehingga menjadi faktor penentu keputusan.
Selanjutnya bagaimana brand equity di ukur? Brand equity dapat di ukur dengan metode kuantitatif dengan memasukan faktor intangible seperti consumer satisfaction, consumer awareness, brand perception and quantitatively. Sedangkan metode pengukuran kuantitatif dengan mengukur revenue, profit, loss, dan sales.
3. Kekuatan Brand Equity Dalam Menentukan Keputusan Konsumen
Konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian, konsumen membentuk pengelompokan dalam skala prioritas atau bertahap dan ingatan yang unik dari beberapa produk. Konsumen tidak bisa mengingat semua pilihan yang ada. Semakin meningkat kompleksitas keputusan akan menghasilkan lebih banyak langkah dalam proses pengambilan keputusan. Skala prioritas dengan multilevel pilihannya dibuat oleh konsumen dengan mempertimbangkan pada sesuatu yang unik dan mudah diingat oleh konsumen. Mudah di ingat berhubungan dengan branding dari produk tersebut. Brand telah berkembang pesat dari zaman pemasaran tradisional hingga kini dalam pemasaran digital.
Brand perusahaan dalam dunia digital dan teknologi yang membuat arus informasi berkembang pesat memberikan dampak pada pemasaran perusahaan. Brand merupakan sebuah kesatuan dari nama, istilah, tanda, desain atau kombinasi dari semuanya yang mempu memberikan sesuatu yang khas, berbeda sehingga bisa mengidentifikasi produk atau layanan (Kotler& Armstrong, 2010). Bahkan sebuah pesan bermakna mengenai kejelasan tujuan dari produk yang sesuai dengan profil kebutuhan konsumen mendorong keputusan pembelian atau pilihan konsumen.
Gyeabour dan Kaplan (2020) dalam penelitiannya menemukan bahwa ekuitas merek aset keuangan memiliki pengaruh signifikan terhadap keputusan perilaku investor dalam membentuk konstruksi portofolio aset keuangan. Sedangkan dalam investasi sebagai investor individu, berperilaku rasional investor selalu mempertimbangkan semua informasi dalam membuat keputusan investasi mereka sehingga upaya membentuk sebuah brand yang sesuai dengan konsumen menjadi hal utama. Perilaku investor individu dapat memiliki efek pada kinerja aset di pasar dan pasar saham pada umumnya dengan adanya perilaku kelompok. Kejadian Rush mata uang (penarikan dana nasabah bank) secara bersama-sama dan dalam jumlah besar dalam waktu singkat seringkali terjadi akibat hilangnya kepercayaan terhadap suatu brand. Contoh terbaru perpindahan nasabah dari bank syariah di Indonesia akibat sistem bermasalah selama beberapa hari.
Keputusan pembelian menurut Krishnamurthi dan Mazumdar (1992) antara konsumen yang loyal dan tidak loyal berbeda. Konsumen loyal terhadap suatu merek keputusanya sama ketika perubahan harga atau kejadian lainnya menguntungkan atau merugikan. Namun, konsumen yang tidak loyal pada merek akan merespons lebih kuat pada keuntungan daripada kerugian. Menariknya terjadi perbedaan keputusan kuantitas pembelian, konsumen yang loyal terhadap merek tergantung pada stok dan keadaan ekonomi. Keputusan yang dibuat sebelum atau sesudah kebutuhan contohnya kebutuhan rumah tangga kehabisan stok maka keputusan yang dibuat setelah kehabisan stok, konsumen loyal lebih responsif terhadap kenaikan harga merek favorit mereka daripada kerugian. Sebaliknya, ketika keputusan kuantitas dibuat sebelum stock-out, loyals lebih sensitif terhadap kerugian daripada keuntungan.
Macdonald dan Sharp, (2000) konsumen dengan kesadaran brand awareness tinggi menjadi faktor dominan dalam menentukan pilihan terlepas dari perbedaan kualitas dan harga. Sedangkan konsumen yang tidak memiliki brand awareness lebih sering memilih merek berkualitas pada daripada merek tidak terkenal kualitasnya. Brand awareness juga memberikan pengaruh kuat pada pilihan merek dalam pembelian berulang.
Tahapan Decision-Making Konsumen
Keputusan yang diambil oleh konsumen tidak serta merta namuan melalui beberapamtahapan. Berikut taapan pengambilan keputusan oleh konsumen. Pertama berpikir yaitu proses pengambilan keputusan secara rasional dengan mempertimbangkan berbagai hal. Tahap pertama ini berhubungan dengan teori utilitas yang menyatakan bahwa setiap konsumen akan mengevaluasi setiap hal di pasar, dan semua variabel yang bersangkutan, dan kemudian dipilih nilai keuntungan tertinggi. Tahapan kedua yaitu pandangan pertama. Konsumen seringkali mengambil keputusan dari ketertarikan pada saat melihat pertama kali.
Tahapan ketiga, keputusan berdasarkan pengalaman. Perceived quality merupakan pengalaman pembelian dan kepuasan atas hasil yang dirasakan sebelumnya akan menjadi pertimbangan dalam menentukan keputusan embelian selanjutnya. Kualitas yang dirasakan konsumen atas keunggulan produk atau layanan dibandingkan dengan pilihan lain. Namun kualitas yang dirasakan konsumen dengan keterbatasan pengetahuan konsumen ternyata berbeda dengan kualitas produk yang sebenarnya. Kualitas disini lebih pada penilaian konsumen loyal yang telah berulang kali melakukan pembelian. Lebih bersifat citra merek yang memberikan nilai tertentu untuk pelanggan sehingga menjadi pembeda dengan lainnya. Misalkan Air minum terbaik Aqua sedangkan produk lain berada dibawahnya. Padahal konsumen tidak pernah melakukan uji kualitas. Terdapat lima dimensi kualitas pelayanan yaitu : i. faktor fisik, ii. keandalan, iii. tanggung jawab dan layanan pelanggan, iv. garansi dan jaminan mutu dan v. Empati.
Hasil Penelitian
Nguyen, Tran, Binh Ngo (2022)
Mayoritas responden mempercayai kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan harga mempengaruhi keputusan pembelian mereka pada rantai pengecer.
Hasil analisis korelasi dan regresi menunjukkan
kontributor terbesar berasal dari persepsi kualitas (41,1%),
artinya mayoritas responden merasa bahwa dipersepsikan
kualitas memiliki dampak terbesar pada keputusan pembelian mereka.
Korelasi dan kontribusi terkuat kedua adalah dari
kebijakan penetapan harga, terhitung 21,1%. Kesadaran merek adalah
kontribusi ketiga, mengambil 11% dan asosiasi merek
memiliki dampak paling kecil pada keputusan pembelian pelanggan,
terhitung 9,7%
Studi Kasus
- Kasus Bidang Otomotif : Strategi Hyundai
Hyundai melakukan pendekatan konsumen dengan memberikan perlindungan finansial kepada konsumen Amerika Serikat dengan mengizinkan konsumen mengembalikan kendaraan mereka jika mereka kehilangan pekerjaan. Strategi ini terbukti berhasil menjadi faktor utama dalam membantu Hyundai masuk ke pertimbangan awal banyak konsumen baru. Di pasar otomotif yang buruk, pangsa pasar perusahaan tumbuh.
Pendekatan berbeda dilakukan oleh Chrysler dan General Motors fokus pada insentif penjualan dan program dealer. Padahal persaiangan ada di fase pertimbangan awal yang akhirnya dimenangkan oleh Hyundai dan harga penjualan pasca pembelian (after sales) sehingga Toyota Motor dan Honda memimpin dengan kekuatan merek dan kualitas produk mereka. Kualitas ini membuat loyalitas pembeli terus terjaga dan rekomendasi pembelian meningkatkan kemungkinan pertimbangan awal dalam pembelian.
- Produk Perawatan Tubuh
Produk perawatan tubuh, perawatan kulit, wajah, rambut seringkali membuat bandling produk dengan promo diskon menarik dan meletakanya pada tempat strategis seperti kasir atau display di depan pintu masuk. Produk-produk ini awalnya tidak menarik minat konsumen namun dengan strategi pengemasan dan penempatan posisi menjadi alat penjualan strategis dan menarik konsumen produk ini masih bermain ketika mereka memasuki toko.
Referensi
K Macdonald, Emma; Sharp, Byron 2000, Brand Awareness
Effects on Consumer Decision Making for a Common, Repeat Purchase Product: A Replication, Journal of Business Research Volume 48, Issue 1, April 2000, Pages 5-15
Kotler, P., & Armstrong, G. (2010). Principles of Marketing.
Prentice Hall.
Van Thuy Nguyen, Thi Hong Dao Tran, Thi Xuan Binh Ngo /
Journal Of Distribution Science 20-2 (2022) 11-18
Krishnamurthi, Lakshman; Mazumdar, Tridib; Asymmetric
Response to Price in Consumer Brand Choice and Purchase Quantity Decisions, 1992, Journal of Consumer Research, Volume 19, Issue 3, December 1992, Pages 387–400
Zhang, B., & Wang, Y. (2015). Limited attention of individual
investors and stock performance: Evidence from
the Chi Next market. Economic Modelling, 50, 94–104.
W. Edwards, R. Miles, D. von Winterfeld (Eds.), Advances in
decision analysis, Cambridge University Press (2007), pp. 400-418
Fischer, M., & Himme, A. (2017). The financial brand value
chain: How brand investments contribute to the financial health of firms. International Journal of Research in Marketing, 34(1), 137e153.
Keller, K. (2013). Strategic brand management (Global
edition). Pearson Higher Education. Evidence (Real & Demonstrative)
E. Tyron Brown, 2019, Hawkins Parnell Thackston & Young
LLP Atlanta, Georgia 30308
Gyeabour, Sulaiman Anti; Kaplan Burçin, 2020, Analyzing
The Effects Of Brand Equity On Investor Behavior And Composition Of Financial Portfolio, İstanbul Ticaret Üniversitesi Sosyal Bilimler Dergisi Yıl:19 Temmuz 2020
[1] Salo, J. Keisler, A. Morton (Eds.), Portfolio decision analysis: Improved methods for resource allocation, Springer International Series in Operations Research & Management Science (vol. 162) (2011), pp. 359-381.
[2] Keller, K. (2013). Strategic brand management (Global edition). Pearson Higher Education.
[3] Fischer, M., & Himme, A. (2017). The financial brand value chain: How brand
investments contribute to the financial health of firms. International
Journal of Research in Marketing, 34(1), 137e153