Kampus Budi Bakti

Penyebab Literasi Digital Indonesia Rendah

Definisi Literasi Digital

Definisi mengenai literasi digital menurut United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) mendefinisikan sebagai kemampuan individu untuk mengakses, memahami, membuat, mengomunikasikan, dan mengevaluasi informasi melalui teknologi digital. Sementara Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) pada tahun yang sama menyebutkan literasi digital terdiri atas tiga elemen, yaitu pengetahuan, kompetensi, dan lokus personal. Pengetahuan dan kompetensi artinya individu diharapkan memahami dan mengimplemntasikan konsep literasi digital, sedangkan lokus personal artinya kebutuhan literasi digital individu satu dan lainnya bisa saja berbeda. Japelidi juga mengelompokkan literasi digital menjadi 10 kompetensi, yaitu mengakses, menyeleksi, memahami, menganalisis, membuktikan, mengevaluasi, mendistribusi, memproduksi, berpartisipasi, dan kolaborasi.

Dosen Kampus Budi Bakti Aza El Munadiyan memberikan pemaparan mengenai permasalahan yang dihadapi Indonesia ialah masih adanya kesenjangan atas akses informasi melalui teknologi digital, terutama bagi masyarakat yang hidup pada garis kemiskinan, tinggal di pedesaan, berusia lanjut, dan penyandang disabilitas.

Pada survey APJII pada tahun 2017 menggambarkan angka penetrasi internet di perkotaan dan pedesaan ialah 72,41% vs 48,25%. Sedangkan mayoritas pengguna berada pada rentang usia 15 – 19 tahun, dan hanya 16,2% yang berusia di atas 60 tahun.

Tantangan lainnya ialah berdasarkan data dari Japelidi pada tahun 2018 pendidikan literasi digital mayoritas masih dilaksanakan pada level perguruan tinggi. Padahal mayoritas pengguna aktif internet tidak hanya ada pada perguruan tinggi.

Data dari Kemenristek Dikti menyebutkan jumlah total mahasiswa di Indonesia hanya 6,9 juta jiwa atau 5% dari keseluruhan pengguna internet.

Bagi mereka yang belum menggunakan internet hambatan terbesarnya berdasarkan data Kementerian Kominfo tahun 2018 sebagai berikut:

  1. Tidak tahu cara menggunakan teknologi
  2. Tidak tertarik atau tidak merasa perlu menggunakan karena tidak melihat fungsi internet
  3. Mahalnya biaya.

Kesempatan yang tidak berimbang ini seringkali disebut dengan kesenjangan digital. Kesenjangan digital sendiri didefinisikan sebagai kesenjangan antara individu, rumah tangga, bisnis, dan area geografis pada level sosial-ekonomi yang berbeda terkait dengan peluang mereka dalam mengakses TIK dan penggunaannya untuk berbagai kegiatan (Gargallo-Castel, et.al., 2010).

Definisi lain dari kesenjangan digital adalah tumbuh semakin besar antara anggota masyarakat yang kurang mampu, terutama mereka yang hidup di garis kemiskinan, pedesaan, berusia lanjut, dan penyandang disabilitas, dalam memiliki akses terhadap TIK (Van Dijk, 2006).

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top